15/02/11

Metode Pembelajaran
Di dunia pendidikan, kata tugas sudah menjadi hal yang tidak asing lagi di telinga murid-murid. Dan tak jarang juga apabila murid-murid selalu mengeluhkan akan adanya tugas. Dan tak jarang juga apabila guru kecewa terhadap tugas-tugas murid karena tidak mencapai sasaran pengajaran. Ada berbagi macam tugas yang diberikan, mulai dari menegerjakan soal-soal latihan dari buku teks, kliping atau makalah mengenai topik ajar, maupun esai dari penelitian berdasarkan topik ajar.
Nah, ada hal yang menarik dari wacana singkat di atas yaitu:
1. Seberapa pentingkah tugas atau pekerjaan rumah?
2. Bagaimanakah bentuk tugas yang paling efisien dan efektif?
Pembahasan:
Tugas atau pekerjaan rumah merupakan suatu bentuk evaluasi bagi guru dan murid. Dengan adanya tugas, guru akan mengevaluasi pemahaman si murid mengenai topik ajar dan juga sebagai bahan masukan bagi si guru dalam mengajar. Tugas dapat diberikan sebelum atau sesudah kelas. Apabila diberikan sebelum topik ajar diajarkan terlebih dahulu akan menjadi modal dasar bagi si murid untuk memahami topik ajar yang akan diajarkan. Apabila diberikan sesudah topik ajar diajarkan menjadi bentuk evaluasi bagi si guru akan pemahaman murid akan topik ajar tersebut. Secara tidak langsung, tugas memberikan pengaruh positif yang kuat yaitu membangun perilaku yang bertanggung jawab bagi si murid. Namun dalam pengerjaan tugas tersebut ada baiknya melihat respon murid guna melihat keefisienan dari tugas tersebut. Tentunya peran aktif orangtua juga terlibat dalam pengerjaan tugas di rumah juga membantu guru mencapai sasaran pembelajaran dengan melatih si anak belajar dan sukses.
Cooper (1989; Cooper & Valentine, 2001) menyimpulkan bahwa;
1. Pekerjaan rumah memberi efek yang lebih positif jika didistribusikan selama periode waktu tertentu, ketimbang jika diberikan sekaligus dalam satu waktu. Misalnya, mengerjakan 10 soal matematika selama lima malam adalah lebih baik ketimbang mengerjakan langsung 50 soal matematika pada akhir pekan.
2. Pekerjaan rumah berefek besar pada mata pelajaran matematika, membaca dan bahasa ketimbang pada pelajaran sains (IPA) dan IPS.
3. Untuk murid sekolah menengah, optimalnya adalah satu atau dua pekerjaan rumah semalam. Murid SMA akan mendapat keuntungan jika mau belajar lebih dari dua jam untuk mengerjakan pekerjaan rumah, tetapi tidak jelas berapa maksimum jumlah jam belajar yang seharusnya.
4. Pekerjaan rumah dapat menjadi alat yang bagus untuk meningkatkan pembelajaran.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan betapa tugas itu adalah suatu unsur yang penting dalam pembelajaran. Tugas menyediakan kesempatan bagi murid untuk belajar tanggung jawab. Sekolah juga harus menanamkan sikap positif bagi murid-muridnya mengenai tugas sehingga ketika murid mengerjakan tugas, mereka tidak mengeluh tetapi enjoy namun serius dan terlibat aktif dalam pengerjaan tugas tersebut.
Keefisienan dan keefektifan sebuah tugas dapat dilihat dari reaksi atau peran aktif murid. Dewasa ini, prinsip learner-centered mulai diterapkan dalam dunia pendidikan. Pembelajaran bermodel learner-centered ini berpusat pada peserta didik baik kebutuhannya, bakat, maupun kemampuannya. Pembelajaran model ini menjadikan murid termotivasi dalam dalam mengikuti pembelajaran karena mereka ikut terlibat di dalamnya. Peserta didik ikut serta dalam merumuskan, mengembangkan, dan memproses materi pembelajaran. Guru menjadi fasilitator, yaitu pemberi kemudahan bagi peserta didik.
Sasaran pembelajaran learner-centered ialah bagaimana si peserta didik dapat memahami topik ajar lewat pemecahan masalah dengan menyatakan pandangan sendiri. Pembelajaran model ini bertujuan untuk memancing peran aktif peserta didik akan suatu topik ajar. Guru (fasilitator) juga perlu memahami prinsip-prinsip belajar agar dapat mengoptimalkan proses pelaksanaannya secara sistematik dan mendalam. Pembelajaran learner-centered juga dibagi atas 4 faktor yaitu kognitif dan metakognitif, motivasional dan emosional, perkembangan dan sosial, dan perbedaan individual.
Namun, pembelajaran learner-centered juga memiliki kelemahan yaitu tidak efektif digunakan pada pengajaran awal karena peserta didik belum mendapat gambaran mengenai overall topik ajar. Learner-centered juga tidak efektif dalam mengajarkan ilmu-ilmu hitung.
Perlu diingat bahwa pembelajaran teacher-centered dan learner-centered merupakan bagian yang saling melengkapi sehingga bentuk tugas dapat disesuaikan dengan sasaran pengajaran yang telah direncanakan berdasarkan reaksi atau peran aktif peserta didik. Karena respon peserta didiklah yang menentukan keefisienan dan keefektifan suatu tugas.
Sumber:
1. Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.
2. Santrock, John W. (2008). Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.

0 comments:

Posting Komentar